A. Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan Nasional
1. konsep dan hakekat perundang-undangan nasional
perbuatan-perbuatan apa saja yang dapat dilakukan oleh seseorang, dan perbuatan-perbuatan apa saja yang tidak boleh dilakukan oleh seseorang dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangasa? Agar dalam bersikap tidak saling merugikan diantara sesama manusia, diciptakanlah seperangkat kaidah atau norma atau aturan. Jadi yang disebut kaidah adalah seperangkat aturan yang mengatur kehidupan manusia dalam bergaul dengan manusia lainnya.
Tiada seorang manusiapun yang mampu hidup tanpa bantuan orang lain. Dalam hubungan antar manusia yang terpenting adalah bagaimana reaksi yang ditimbulkan. Dan inilah yang menyebabkan tindakan seseorang menjadi lebih luas.
Soerjono soekanto menyatakan kalau sejak lahir manusia telah mempunyai dua hasrat, yaitu :
1. keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain di sekelilingnya, yaitu masyarakat
2. keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam sekelilingnya.
Untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkunga tersebut, manusia dikaruniai akal pikiran dan perasaan sebagai pendorong dalam beraktivitas. Sebagai bagian dari masyarakat, kita harus dapat melaksanakan berbagai kaidah hidup yang berlaku di masyarakat. Ketertiban dan masyarakat tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Mengapa? Cicero kurang lebih 2000 tahun yang lalu menyatakan : “ubi societas ibi ius” artinya apabila ada masyarakat pasti ada kaidah.
J.P. Glastra Van Loan menyatakan, dalam menjalankan peranannya, hukum mempunyai fungsi :
1. menertibkan masyarakat dan pengaturan pergaulan hidup
2. menyelesaikan pertikaian
3. memelihara dan mempertahankan tata tertib dan aturan
4. mengubah tata tertib dan aturan-aturan dalam rangka penyesuaian dengan kebutuhan masyarakat
5. memenuhi tuntutan keadilan dan kepastian hukum dengan cara merealisasikan fungsi hukum sebagaimana disebutkan diatas.
Peraturan ada yang tertulis dan tidak tertulis, contoh peraturan tertulis UU, perpres, perda, dsb. Contoh peraturan tidak tertulis hukum adat, adat istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan yang dilaksanakan dalam praktik penyelenggarraan negara atau konvensi. Peraturan tertulis memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. kaputusan dikeluarkan oleh yang berwenang
2. isinya mengikat secara umum, tidak hanya mengikat orang tertentu
3. bersifat abstrak (mengatur yang belum terjadi)
ferry edwar dan fockema andreae menyatakan bahwa perundang-undangan (legislation, wetgeving, atau gezetgebung) mempunyai dua pengertian, pertamaperundang-undangan merupakan proses pembentukan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Kedua perundang-undangan adalah segala peraturan negara yang merupakan hasil pembentukan peraturan-peraturan, baik tingkat pusat maupun tingkat daerah.
2. landasan berlakunya peraturan perundang-undangan
peraturan perundangan yang akan dibentuk di negara indonesia harus berlandaskan kepada :
a. landasan filosofis
setiap penyusunan perundang-undangan harus memperhatikan cita-cita moral dan cita-cita hukum sebagaimana diamanatkan oleh pancasila. Nilai2 yang bersumber pada pandangan filosofis pancasila, yakni :
1. nilai-nilai religius bangsa indonesia yang terangkum dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa
2. nilai-nilai hak asasi manusia yang terdapat dalam sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
3. nilai-nilai kepentingan bangsa secara utuh yang terdapat di dalam sila Persatuan Indonesia
4. nilai-nilai demokrasi dan kedaulatan rakyat, yang terdapat di dalam sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/perwakilan
5. nilai-nilai keadilan yang terdapat pada sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
b. landasan sosiologis
pembentukan peraturan perundang-undangan harus sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan masyarakat
c. landasan yuridis
landasan yuridis dalam pembuatan peraturan perundang-undangan memuat keharusan :
1. adanya kewenangan dari pembuat peraturan perundang-undangan
2. adanya kesesuaian antara jenis dan materi muatan peraturan perundang-undangan
3. mengikuti cara-cara atau prosedur tertentu
4. tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatnya.
3. prinsip-prinsip peraturan perundang-undangan
prinsip yang mendasari pembentukan peraturan perundang-undangan, adalah :
a. dasar yuridis (hukum) sebelumnya
tanpa landasan yuridis yang jelas, peraturan perundang-undangan yang disusun tersebut dapat batal demi hukum.
b. hanya peraturan perundang-undangan tertentu saja yang dapat dijadikan landasan yuridis.
Peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan dasar yuridis adalah peraturan yang sederajat atau yang lebih tinggi dan terkait langsung dengan peraturan perundang-undangan yang dapat dibuat.
c. peraturan perundang-undangan hanya dapat dihapus, dicabut, atau diubah oleh peraturan perundang-undangan yang sederajat atau lebih tinggi.
d. peraturan perundang-undangan baru mengesampingkan peraturan perundang-undangan lama.
Dengan dikeluarkannya suatu perundang-undangan baru, maka apabila telah ada peraturan perundang-undangan sejenis atau sederajat yang telah diberlakukan, secara otomatis akan dinyatakan tidak berlaku.
e. peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi mengesampingklan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah.
Contoh, keputusan mentri tidak dibenarkan bertentangan dengan peraturan pemerintah.
f. peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang bersifat umum.
Contoh, bila ada masalah korupsi dan terjadi pertentangan antara UU no. 20 tahun 2001 tentang korupsi dengan KUHP, maka yang berlaku adalah UU no. 20 tahun 2001
g. setiap jenis peraturan perundang-undangan materinya berbeda
setiap UU yang diatur pemerintah hanya mengatur satu obyek tertentu saja. Contoh, UURI no. 4 tahun 2004 mengatur maslah kehakiman, UU no. 5 tahun 2004 mengatur mahkamah agung. Jadi walaupun kedua lembaga itu bergerak di bidang hukum namun materinya berbeda, sehingga diatur oleh undang-undang yang berbeda.
4. Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan
Sejak Indonesia merdeka, ada beberapa peraturan yang mengalami tata urutan perundang-undangan, yaitu:
- Ketetapan MPRS nomor XX/MPRS/1966
- Ketetapan MPR nomor III/MPR/2000
- UU RI no. 10 tahun 2004
Lahirnya UU RI no.10 tahun 2004 tidak terlepas dari tuntutan reformasi di bidang hukum. Pada tahun 2003, MPR mengeluarkan Ketetapan MPR nomor 1/MPR/2003 tentang peninjauan kembali terhadap materi dan status hokum ketetapan MPR tahun 1960. Pada tahun 2004 lahir UU no. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Rumusan pasal 7 ayat 1 UU no. 10 tahun 2004 adalah:
- Jenis peraturan perundangan adalah:
- UUD 1945
- UU/ PERPU
- PP
- Peraturan Presiden
- PERDA
- PERDA dimaksud pada ayat 1 huruf e meliputi:
- PERDA dibuat oleh DPRD Provinsi bersama Gubernur
- PERDA Kabupaten/Kota dibuat oleh DPRD Kabupaten/Kota bersama Bupati/Walikota
- PERDA setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa bersama kepala desa
- Ketentuan mengenai tata cara pembuatan Peraturan Desa
- Pengakuan keberadaan jenis peraturan perundang-undangan
- Kekuatan hukum peraturan perundang-undangan
Tata urutan peraturan perundang-undangan, yaitu:
- UUD 1945
Merupakan hukum dasar tertulis NKRI dan sebagai sumber hukum tertinggi. Ditetapkannya UUD 1945 sebagai konstitusi negara RI merupakan:
-bentuk konsekuensi dikumandangkannya kemerdekaan
-wujud kemandirian suatu negara
-mempertahankan kemerdekaan
UUD pada umumnya berisi:
- Organisasi negara
- Hak-hak asasi manusia
- Prosedur mengubah UUD
- Memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari UUD
- Memuat cita-cita rakyat dan asas-asas ideologi negara
Keistimewaan UUD 1945:
- UUD dibuat secara istimewa
- UUD dibentuk menurut suatu cara istimewa
- UUD adalah cita-cita bangsa Indonesia
- UUD memuat garis besar tentang tujuan negara
Selama terjadi perubahan pada UUD 1945, ada lembaga yang dihilangkan, yaitu DPA dan lembaga baru, yaitu KY dan MK.
- Undang-Undang
Merupakan peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan UUD 1945. Pembuat UU adalah DPR bersama presiden. Adapun kriteria permasalahan yang diatur oleh UU antara lain:
- UU dibentuk atas perintah ketentuan UUd 1945
- UU dibentuk atas perintah ketentuan UU terdahulu
- UU dibentuk dalam rangka mencabut, mengubah, dan menambah UU yang sudah ada
- UU dibentuk karena berkaitan dengan HAM
- UU dibentuk karena berkaitan dengan kepentingan orang banyak
Adapun prosedur pembuatan UU, yaitu:
- DPR memiliki kekuasaan pembentuk UU
- Setiap RUU dibahas oleh DPR dan presiden
- RUU dapat berasal dari DPR, presiden, atau DPD
DPD dapat mengajukan RUU kepada DPR yang berkaitan dengan:
- Otonomi daerah
- Hubungan pusat dan daerah
- Pengelolaan sumber daya alam
- Sumber daya ekonomi
- Perimbangan keuangan pusat dan daerah
- PERPU
PERPU dibentuk oleh presiden tanpa mendapat persetujuan DPR. PERPU dibuat dalam keadaan darurat. Setelah diberlakukan PERPU tersebut harus diajukan ke DPR untuk mendapatkan persetujuan.
- Peraturan Pemerintah
Untuk melaksanakan suatu UU, dikeluarkan peraturan pemerintah. Kriteria pembentukan peraturan pemerintah adalah:
- Peraturan pemerintah tidak dapat dibentuk tanpa adanya UU induknya.
- Peraturan pemerintah tidak dapat mencantumkan sanksi pidana, jika UU induknya tidak mencantumkan sanksi pidana.
- Peraturan pemerintah tidak dapat memperluas atau mengurangi ketentuan UU induknya.
- Peraturan pemerintah dapat dibentuk meskipun UU yang bersangkutan tidak menyebutkan secara tegas, asal PP tersebut untuk melaksanakan UU
- Peraturan Presiden
Peraturan presiden adalah peraturan yang dibuat oleh presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan. Diatur dalam pasal 4 ayat 1 UUD 1945. Peraturan presiden dibuat untuk melaksanakan peraturan pemerintah.
- Peraturan Daerah
Peraturan daerah adalah peraturan yang dibuat oleh pemerintah daerah provinsi dan kabupaten atau kota. PERDA dibuat untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Materi PERDA adalah otonomi daerah dan tugas pembantuan.
B. PROSES PEMBUATAN PERATURAN PERUNDANGAN – UNDANGAN NASIONAL
Poses pembuatan suatu undang-undang dapat diajukanPresiden kepada DPR ,atau diajukan DPR kepada Presiden atau diajukan DPD kepada DPR.
1. Proses Pembahasan RUU dari pemerintah di DPR RIi
· RUU yang tertulis berasal dari disampaikan pada pimpinan DPR
· Pimpinan DPR membagikan RUU tersebut kepada para anggota DPR, bila terkait DPD maka Disampaikan pada Pimipinan DPD
· RUU dibahas dalam 2 tingkat pembicaraan di DPR bersama menteri yang mewakili Presiden
2. Proses Pembahasan RUU dari DPR di DPR RI
· Ruu yang berasal dari DPR diajukan secara tertulis oleh Pimpinan DPR ke Presiden. Presiden mebagikan pada seluruh anggota cabinet
· Bila ada 2 RUU dalam waktu bersamaan, maka yang dibicarakan adalah RUU dari DPR, sedangkan RUU dari ketua DPR untuk dipersandingkan
· Ruu yang disetujui DPR dan Presiden, paling lambat 7 hari disampaikan Pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi undang-undang
· Apabila RUU setelah 15 hari belum juga disahkan Presiden maka pimpinan DPR berhak meminta penjelasan
· Apabila RUU setelah 30 hari belum disahkan Presiden maka RUU tersebut Sah dan wajib diundangkan.
3. Proses pembahasan RUU dari DPD di DPR RI
· RUU yang berasal dari DPD disampaikan oleh Pimipinan DPD ke pimpinan DPR, lalu Pimpinan DPR membagikannya kepada seluruh anggota
· Pimpinan DPR menyampaikan kepada Pimpinan DPD mengenai tanggal pengumuman RUU dalam Rapat Paripurna.
· Badan Musyawarah menunjuk komisi untuk membahas dan mengagendakan RUU itu dalam waktu 30 hari kerja.
· Kemudian komisi mengundang alat kelengkapan DPD dari 1/3 alat kelengkapan DPR untuk membahas RUU yang akan dilaporkan ke dalam Rapat Paripurna
· RUU kemudian disampaikan oleh pimpinan DPR kepada presiden dan meminta agar presiden menunjuk menteri untuk mewakili presiden dalam membahas RUU bersama DPR.
· Dalam waktu 60 hari sejak diterimanya penyampaian RUU dari DPR, Presiden menunjuk menteri untuk mewakili presiden dalam pembahasan RUU bersama DPR dalam 2 tingkat pembicaraan di DPR yaitu:
PEMBICARAAN TINGKAT 1:
a. Pandangan dan pendapat
b. Tanggapan
c. pembahasan RUU oleh DPR dan Presiden
PEMBICARAAN TINGKAT 2:
a. Laporan hasil pembicaraan tingkat 1
b. Pendapat akhir fraksi yang disampaikan oleh anggotanya
c. Pendapat akhir presiden yang disampaikan okeh menteri yang mewakilinya
· Isi batang tubuh mengenai : ketentuan umum, ketentuan, mengenai obyek, ketentuan mengenai sanksi, ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup.
· Ketentuan umum berisi tentang definisi, pengertian, penjelasan mengenai suatu istilah dalam peraturan perundang-undangan.
· Ketentuan obyek disusun untuk meggambarkan satu kesatuan system, cara berpikir, diketahui dan dimengerti.
· Ketentuan mengenai sanksi bergantung dari jenis undang-undang, sanksi bias berupa denda, tindakan paksa dan lain sebagainya
· Ketentuan peralihan merupakan suatu cara untuk mempertemukan akibat hokum peraturan perundang-undangan yang lama dengan yang baru, fungsi peraturan peralihan :
1. Menghindari terjadinya kekosongan hokum
2. Menjamin kepastian hokum
3. Memberikan perlindungan hokum
· Ketentuan penutup berisi alat perlengkapan yang diikut sertakan dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan
· Suatu undang-undang dinyatakan habis masa berlakunya:
1. Ditentuka dalam undang itu kapan berakhirnya
2. Dicabut kembali oleh undang-undang yang baru
3. Bila terbit undang-undang baru yang isinya bertentangan dengan undang-undang lama, maka undang-undang lama menjadi hapus kekuatanya
C. Mentaati Peraturan Perundang-Undangan Nasional
dan dilaksanakan oleh seluruh bangsa Indonesia. Seseorang dapat dikatakan mempunyai kesadaran terhadap Peraturan perundang-undangan yang telah mendapatkan persetujuan DPR, maka wajib ditaati aturan apabila dia:
- Memiliki pengetahuan tentang peraturan hokum yang berlaku
- Memiliki pengetahuan tentang isi peraturan hokum
- Memiliki sikap positif terhadap peraturan-peraturan hokum
- Menunjukan perilaku yang sesuai dengan peraturan perundangan
Orang menjadi patuh, karena:
- Sejak kecil dia dididik untuk selalu mematuhi peraturan
- Adanya tekanan atau paksaan untuk melaksanakan berbagai aturan tersebut
- Merasakan manfaat dari peraturan tersebut
- Salah satu sarana untuk mengadakan identifikasi dengan kelompok
Masalah ketaatan dalam penegakan negara hukum dalam arti material mengandung makna:
- Penegakan hukum yang sesuai dengan ukuran
- Kepatuhan dari waga masyarakat terhadap kaidah hukum
- Kaidah hukum harus elaras dengan HAM
- Negara mempunyai kewajiban untuk menciptakan kondisi sosial
- Adanya badan yudikatif yang bebas dan merdeka.
D. KASUS KORUPSI DAN UPAYA PEMBERANTASANNYA
DI INDONESIA
Dengan rumusan secara formil yang dianut
dalam undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang
Tindak Pidana Korupsi, maka meskipun hasil korupsi
telah dikembalikan kepada Negara, pelaku tindak pidana
korupsi tetap diajukan ke pengadilan dan
tetap di pidana.
Pengertian korupsi menurut pasal 2 (1) Undang-
Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana
Korupsi adalah:Setiap orang yang secara melawan hukum
melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan negara
atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat
4 (empat) tahun dan paling lama 20 (duapuluh) tahun dan
denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu
milyar rupiah).
Selain itu dalam Pasal 3 dinyatakan, bahwa setiap
orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri
atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya
karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana
dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (duapuluh)
tahun dan atau denda paling sedikit 50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) dan paling banyak 1.000.000.000,00
(satu milyar rupiah).
Dalam skala nasional tindakan-tindakan yang
dilakukan oleh berbagai profesi dapat dikatagorikan korupsi,
seperti:
1. Menyuap hakim adalah korupsi.
Mengacu kepada kedua pengertian korupsi di
atas, maka suatu perbuatan dikatagorikan korupsi
apabila terdapat beberapa syarat, misalnya dalam pasal
6 ayat (1) huruf a UU no. 20 tahun 2001. Maka untuk
menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk
korupsi harus memenuhi unsur-unsur :
a. Setiap orang,
b. Memberi atau menjanjikan sesuatu,
c. Kepada hakim,
d. Dengan maksud untuk mempengaruhi putusan
perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.
Berdasarkan kedua pengertian tersebut di atas, silahkan kalian rumuskan
pengertian korupsi dengan bahasa sendiri beserta contohnya!
2. Pegawai Negeri menerima hadiah yang berhubungan
dengan jabatan adalah korupsi.
Pasal 11 UU no. 20 tahun 2001 menyatakan, bahwa
Untuk menyimpulkan apakah seorang Pegawai Negeri
melakukan suatu perbuatan korupsi memenuhi unsurunsur
:
a. Pegawai Negeri atau penyelenggara Negara,
b. Menerima hadiah atau janji,
c. Diketahuinya,
d. Patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan
karena kekuasaan atau kewenangan yang
berhubungan dengan jabatannya dan menurut
pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji
tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
3. Menyuap advokat adalah korupsi.
Mengacu kepada kedua pengertian korupsi di
atas, maka suatu perbuatan dikatagorikan korupsi
apabila terdapat beberapa syarat, misalnya dalam pasal
6 ayat (1) huruf a UU no. 20 tahun 2001 yang berasal
dari pasal 210 ayat (1) KUHP yang dirujuk dalam
pasal 1 ayat (1) huruf e UU no. 3 tahun 1971, dan pasal
6 UU no.31 tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi
yang kemudian dirumuskan ulang pada UU no. 20 tahun
2001, maka untuk menyimpulkan apakah suatu
perbuatan termasuk korupsi harus memenuhi unsurunsur
:
a. Setiap orang,
b. Memberi atau menjanjikan sesuatu,
c. Kepada advokat yang menghadiri sidang pengadilan,
d. Dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau
pendapat yang akan diberikan berhubung dengan
perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk
diadili.
E. Pengertian Anti Korupsi dan Instrumen Anti Korupsi di Indonesia
A. Pengertian Anti Korupsi
Anti Korupsi artinya tidak setuju, tidak suka, dan tidak senang terhadap korupsi. Menurut tinjauan sosial, korupsi adalah perbuatan yang menyimpang dari tatanan kehidupan bermasyarakat. Menurut tinjauan hukum, korupsi adalah perbuatan melawa hukum dan sebagai tindak kejahatan luar biasa.Menurut tinjauan ekonomi, korupsi dapat merugikan keuangan negara yang berarti pula merugikan masyarakat secara umum.
Jadi secara garis besar, Korupsi dapat di artikan tindakan yang dilakukan oleh setiap orang yang memanfaatkan jabatan atau kewenangannya sehingga dapat merugikan keuangan negara atau per ekonomian negara.
B. Instrumen (Hukum dan Kelembagaan) Anti Korupsi di Indonesia
Dalam rangka gerakan pemberantasan KKN di Indonesia, maka dilakukan perbaikan kinerja di lembaga-lembaga seperti BPK, Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, serta Kepolisian. Untuk mendukung lembaga tersebut maka dibentuklah lembaga baru seperti KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) , KPKPN (Komisi Penyelidik Kekayaan Pejabat Negara) dan Tim tastipikor (Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).
Pelbagai tindakan yang tergolong korupsi ini diatur daam berbagai peraturan perundang-undangan. Secara umum peraturan perundangan undangan dikategorikan menjadi dua yaitu:
1. Tindak pidana korupsi dalam KUHP meliputi:
a. tindak pidana suap
b. tindak pidana penggelapan
c. tindak pidana pemerasan
d. tindak pidana berkenaan dengan pemborongan atau rekanan
e. tindak pidana berkaitan dengan peradilan
f. tindak pidana melampaui batas kekuasaan
g. tindak pidana pemberantasan sanksi
2. Tindak pidana korupsi di luar KUHP di antaranya adalah:
a. UU RI No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi,Kolusi, dan Nepotisme.
b. UU RI No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
c. UU RI No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
d. UU RI No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
e. PP RI No. 65 tahun 1999 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara
f. PP RI No. 66 tahun 1999 tentang Persyaratan Tata Cara Pengangkatan serta Pemberhentian Anggota Komisi Pemeriksa
g. PP RI No. 67 tahun 1999 tentang Tata Cara Pematauan dan Evaluasi Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Komisi Pemeriksa
h. PP RI No.68 tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara.
- Alam Kelana Indra P.
- Rizki Susilo Utomo
- Ilham Amri Nurzain
- Agung Mustafa
- M. Ihsan Ananto