Kebosanan Menunggu Komitmen Pemberantasan Korupsi
Ketika korupsi terus merajalela, ketika media massa terus memberitakan betapa licinnya Gayus Tambunan, ketika lembaga-lembaga penegak hukum tak dapat berbuat banyak, ketika itu pula orang mulai lelah dengan komitmen-komitmen untuk berperang melawan korupsi itu. Menunggu aksi nyata perang melawan korupsi oleh penegak hukum seperti menunggu Godot.
Kita muak dengan para koruptor yang begitu rakus menyedot "darah" rakyat. Lalu, ketika penyedotan itu terus berlangsung, orang menunggu realisasi pemberantasan korupsi tak ubahnya menunggu Godot, sebuah penungguan yang bukan hanya membosankan, juga sia-sia. Maka, kita lebih muak lagi dengan komitmen-komitmen pem berantasan korupsi itu. Beribu kali komitmen perang melawan korupsi terucapkan dari mereka yang bertugas melakukannya, tetapi beribu kali juga kita mendengar berita tentang tidak progresifnya perang itu.
Kini, apakah mungkin yang terjadi selanjutnya adalah orang mencari solusi internal personal, yaitu berkomitmen untuk melupakan rasa muaknya pada koruptor dan pada komitmen-komitmen pemberantasan yang kosong itu? Ketika orang percaya bahwa cara menebus kerugian yang paling cepat dan efektif adalah dengan melupakannya, maka kemungkinan yang akan terjadi adalah korupsi dan komitmen pemberantasannya akan terus berlangsung dan menjadi komoditas politik, tetapi rakyat sudah tak mau peduli lagi. Rakyat ingin lepas dari rasa jengkel yang berkepanjangan.
Bayangkan, betapa banyaknya lembaga-lembaga penegak hukum, baik yang konvensional sampai yang baru dibentuk karena situasi yang luar biasa dengan kewenangan yang luar biasa pula, ternyata tak cukup memuaskan untuk memberi keadilan. Mungkin banyak orang yang tahu bahwa persoalan keadilan adalah persoalan rasa, dimana sebuah rasa adalah sesuatu yang subjektif yang bisa ditimbulkan bukan dengan cara yang seharusnya. Dengan kata lain, komitmen-komitmen yang terkesan sangat serius itu terus diucapkan, rakyat kemudian kelelahan akibat hantaman masalah lainnya dan lalu mereka akan menganggap komitmen itu telah benar-benar diejawantahkan. Lalu, rasa keadilan itu hadir di hati rakyat tanpa harus terjadinya pemberantasan korupsi.
Jadi, sebelum rakyat benar-benar berpikir bahwa korupsi adalah satu-satunya penyakit bangsa ini, komitmen pemberantasannya itu harus segera diejawantahkan. Yang paling penting, rasa keadilan itu benar-benar dirasakan rakyat dengaan menciptakan keadilan itu sendiri. Jangan biarkan rakyat Indonesia berpikir bahwa pemberantasan korupsi adalah tugas akhir untuk terwujudnya Indonesia yang dicita-citakan. Lihatlah, ada banyak bangsa di dunia ini yang negaranya punya problem nonkorupsi, tetapi tetap dalam kondisi yang memprihatinkan.
Kasihan sekali bangsa ini kalau mereka "kecilek" tak mendapati Indonesia yang diharapkan setelah Indonesia merdeka dari korupsi. Saya malah berpikir bahwa komitmen yang terlalu lambat diwujudkan akan membuat sebagian rakyat menganggap bahwa orang-orang ini bukan koruptor yang sebenarnya, melainkan hanya tumbal atau korban situasi. Saya khawatir kalau kondisi Indonesia tak menjadi baik setelah korupsi terberantas justru akan memosisikan para koruptor seolah sebagai pihak yang terzalimi. Rakyat bisa saja berpikir bahwa selama ini hukum bisa diakali untuk lolos, bukankah ada kemungkinan sebaliknya, orang baik-baik malah jadi tampak sebagai koruptor.
Jaksa Agung Muda: Korupsi Kini Jadi Komoditas Politik
Kasus tindak pidana korupsi di Indonesia dewasa ini telah menjadi komoditas bagi sebagian politisi dengan menggunakannya sebagai senjata untuk menyerang lawan politik. Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung Marwan Eeffendi di Medan, Kamis, mengatakan, dewasa ini pembicaraan tentang korupsi semakin meningkat dan menyita perhatian masyarakat.
Terlebih dengan terungkapnya kasus Bank Century, diikuti dengan kasus Gayus Tambunan terkait dengan permasalahan pajak yang tidak saja melibatkan para penyidik, jaksa, hakim dan pengacara. "Petugas rutan tempat Gayus ditahan dan petugas imigrasi juga terkena imbasnya," katanya.
Fenomena sedemikian rupa, menurut dia, tidak saja semakin menurunkan kepercayaan masyarakat dan dunia internasional terhadap keseriusan aparat penegak hukun dan pemerintah dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. "Tetapi juga telah membuat persoalan tindak pidana korupsi menjadi komoditas politik karena digunakan oleh politisi tertentu sebagai senjata untuk menyerang lawan politiknya," katanya.
Oleh karena itu, lanjutnya, ada benarnya kalau sebagian masyarakat berpendapat keseriusan dalam penegakan hukum itu akan sangat memengaruhi indeks persepsi tentang korupsi di Indonesia. "Dalam hal itu ternyata dapat dibenarkan karena Masyarakat Transparency Internasional (MTI) pada tahun 2010 tetap memberikan skor 2,8 untuk Indonesia, sehingga membuat peringkat Indonesia masih berada di atas 100 dari 178 negara, jauh dibanding negara-negara ASEAN lainnya," katanya.
Berdasarkan data Sunproglapnil Pidsus Kejaksaan Agung, ungkapnya, perkara korupsi di Indonesia yang ditangani Polri, Kejaksaan dan KPK sampai tahap penyidikan pada periode 2004-2010 tercatat sebanyak 9.308 kasus. Jumlah itu masing-masing 1.580 di Polri dan 1.200 di antaranya sampai pada tahap penuntutan.
Sementara di Kejaksaan yang sampai pada tahap penyidikan 7.547 kasus, 6.239 di antaranya sampai pada tahap penuntutan, sedangkan 181 kasus di KPK 165 di antaranya masuk pada tahap penuntutan.
Terlebih dengan terungkapnya kasus Bank Century, diikuti dengan kasus Gayus Tambunan terkait dengan permasalahan pajak yang tidak saja melibatkan para penyidik, jaksa, hakim dan pengacara. "Petugas rutan tempat Gayus ditahan dan petugas imigrasi juga terkena imbasnya," katanya.
Fenomena sedemikian rupa, menurut dia, tidak saja semakin menurunkan kepercayaan masyarakat dan dunia internasional terhadap keseriusan aparat penegak hukun dan pemerintah dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. "Tetapi juga telah membuat persoalan tindak pidana korupsi menjadi komoditas politik karena digunakan oleh politisi tertentu sebagai senjata untuk menyerang lawan politiknya," katanya.
Oleh karena itu, lanjutnya, ada benarnya kalau sebagian masyarakat berpendapat keseriusan dalam penegakan hukum itu akan sangat memengaruhi indeks persepsi tentang korupsi di Indonesia. "Dalam hal itu ternyata dapat dibenarkan karena Masyarakat Transparency Internasional (MTI) pada tahun 2010 tetap memberikan skor 2,8 untuk Indonesia, sehingga membuat peringkat Indonesia masih berada di atas 100 dari 178 negara, jauh dibanding negara-negara ASEAN lainnya," katanya.
Berdasarkan data Sunproglapnil Pidsus Kejaksaan Agung, ungkapnya, perkara korupsi di Indonesia yang ditangani Polri, Kejaksaan dan KPK sampai tahap penyidikan pada periode 2004-2010 tercatat sebanyak 9.308 kasus. Jumlah itu masing-masing 1.580 di Polri dan 1.200 di antaranya sampai pada tahap penuntutan.
Sementara di Kejaksaan yang sampai pada tahap penyidikan 7.547 kasus, 6.239 di antaranya sampai pada tahap penuntutan, sedangkan 181 kasus di KPK 165 di antaranya masuk pada tahap penuntutan.
Tangani Korupsi di Indonesia, Australia Bantu 50 Juta Dollar
Untuk mengatasi masalah korupsi di Indonesia, Pemerintah Australia akan memberi bantuan senilia 50 juta dolar kepada Indonesia. Bantuan itu antara lain akan diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk dikelola, membiayai program pemberantasan korupsi.
"Bantuannya senilai 50 juta dollar Australia dalam jangka lima tahun," kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bidang Pencegahan M Jasin di kantornya, Jakarta, Senin (10/1).
Bantuan tersebut menurut Jasin akan diaplikasikan dalam 'the justice program'. Khususnya perbaikan di sektor peradilan, peningkatan kapasitas di bidang investigasi, penuntutan, dan undercover surveillance. "Tapi tidak menutup kemungkinan ada kerja sama tentang saling memberikan informasi," tambahnya.
Penggunaan bantuan tersebut melibatkan penegak hukum seperti Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung dan KPK. Pelaksanaannya akan dipantau oleh badan-badan keuangan, seperti Kementerian Keuangan dan Bappenas.
"Bantuannya senilai 50 juta dollar Australia dalam jangka lima tahun," kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bidang Pencegahan M Jasin di kantornya, Jakarta, Senin (10/1).
Bantuan tersebut menurut Jasin akan diaplikasikan dalam 'the justice program'. Khususnya perbaikan di sektor peradilan, peningkatan kapasitas di bidang investigasi, penuntutan, dan undercover surveillance. "Tapi tidak menutup kemungkinan ada kerja sama tentang saling memberikan informasi," tambahnya.
Penggunaan bantuan tersebut melibatkan penegak hukum seperti Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung dan KPK. Pelaksanaannya akan dipantau oleh badan-badan keuangan, seperti Kementerian Keuangan dan Bappenas.
Kasus Korupsi di Jatim Tertinggi di Indonesia
Jumlah kasus korupsi yang ditangani kejaksaan di lingkungan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur merupakan tertinggi di Indonesia yang mencapai 329 kasus korupsi selama tahun 2010.
Hal tersebut disampaikan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim, M. Anwar, di sela-sela mendampingi Kajati Jatim M Farela melakukan kunjungan kerja di Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Jember, Rabu.
"Jumlah korupsi di Jatim cukup tinggi, bahkan masing-masing Kejari harus bekerja ekstra untuk mengusut tuntas kasus korupsi di masing-masing daerah," tuturnya menjelaskan. Sebanyak 329 kasus korupsi tersebut, kata dia, berdasarkan temuan kejaksaan, laporan atau pengaduan masyarakat dan informasi yang diberikan sebagian kelompok lembaga swadaya masyarakat (LSM) kepada kejaksaan setempat.
"Kejati Jatim menangani kasus korupsi terbanyak di Jatim, kemudian Kejari Surabaya di peringkat kedua dan peringkat ketiga adalah Kejari Jember dengan 27 kasus korupsi," paparnya.
Secara nasional, lanjut Anwar, penanganan kasus korupsi di Kejari Jember menduduki peringkat ketiga setelah Kejari Surabaya (pertama) dan Kejari Palopo (kedua) yang tertinggi di Indonesia.
Menurut dia, tersangka kasus korupsi tersebut berasal dari berbagai kalangan, mulai pejabat di lingkungan pemerintah kabupaten/kota, anggota DPRD, LSM, dan tokoh masyarakat. "Saya optimistis mampu menyelesaikan kasus-kasus korupsi dengan cepat sesuai Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 yang mengatur tentang percepatan dalam penanganan kasus korupsi," katanya menambahkan.
Sementara itu, Kasi Pidsus Kejari Jember, Kliwon Sugiyanta, mengatakan sebagian besar kasus korupsi yang ditangani Kejari Jember adalah kasus korupsi Program Pemberdayaan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM). "Selain P2SEM, Kejari Jember menangani kasus korupsi dana operasional pimpinan DPRD Jember dengan terdakwa Wakil Bupati nonaktif Jember Kusen Andalas dan kasus korupsi Bulog Jember dengan terdakwa mantan Kepala Bulog Divre Jatim Muharto," tuturnya menjelaskan.
Senada dengan itu, Kajari Situbondo, Asep Maryono, mengatakan Kejari Situbondo menangani 12 kasus korupsi di kabupaten setempat yang delapan di antaranya adalah kasus korupsi P2SEM.
"Kami juga menangani kasus korupsi pengadaan tanah SMK Subo 2, alat kesehatan, dan korupsi pabrik gula (PG) di Situbondo," tuturnya.
Hal tersebut disampaikan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim, M. Anwar, di sela-sela mendampingi Kajati Jatim M Farela melakukan kunjungan kerja di Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Jember, Rabu.
"Jumlah korupsi di Jatim cukup tinggi, bahkan masing-masing Kejari harus bekerja ekstra untuk mengusut tuntas kasus korupsi di masing-masing daerah," tuturnya menjelaskan. Sebanyak 329 kasus korupsi tersebut, kata dia, berdasarkan temuan kejaksaan, laporan atau pengaduan masyarakat dan informasi yang diberikan sebagian kelompok lembaga swadaya masyarakat (LSM) kepada kejaksaan setempat.
"Kejati Jatim menangani kasus korupsi terbanyak di Jatim, kemudian Kejari Surabaya di peringkat kedua dan peringkat ketiga adalah Kejari Jember dengan 27 kasus korupsi," paparnya.
Secara nasional, lanjut Anwar, penanganan kasus korupsi di Kejari Jember menduduki peringkat ketiga setelah Kejari Surabaya (pertama) dan Kejari Palopo (kedua) yang tertinggi di Indonesia.
Menurut dia, tersangka kasus korupsi tersebut berasal dari berbagai kalangan, mulai pejabat di lingkungan pemerintah kabupaten/kota, anggota DPRD, LSM, dan tokoh masyarakat. "Saya optimistis mampu menyelesaikan kasus-kasus korupsi dengan cepat sesuai Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 yang mengatur tentang percepatan dalam penanganan kasus korupsi," katanya menambahkan.
Sementara itu, Kasi Pidsus Kejari Jember, Kliwon Sugiyanta, mengatakan sebagian besar kasus korupsi yang ditangani Kejari Jember adalah kasus korupsi Program Pemberdayaan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM). "Selain P2SEM, Kejari Jember menangani kasus korupsi dana operasional pimpinan DPRD Jember dengan terdakwa Wakil Bupati nonaktif Jember Kusen Andalas dan kasus korupsi Bulog Jember dengan terdakwa mantan Kepala Bulog Divre Jatim Muharto," tuturnya menjelaskan.
Senada dengan itu, Kajari Situbondo, Asep Maryono, mengatakan Kejari Situbondo menangani 12 kasus korupsi di kabupaten setempat yang delapan di antaranya adalah kasus korupsi P2SEM.
"Kami juga menangani kasus korupsi pengadaan tanah SMK Subo 2, alat kesehatan, dan korupsi pabrik gula (PG) di Situbondo," tuturnya.
174 Kasus Korupsi Menumpuk di Jateng Selama 2010
Semarang - Dari 35 kabupaten dan kota di Jawa Tengah, tak ada satu pun yang steril dari korupsi. Pada tahun 2010, jumlahnya kasus korupsi menumpuk hingga mencapai 174 kasus.
Berdasarkan monitoring Komite Penyelidikan dan Pemberantasan KKN (KP2KKN) Jateng, dari 174 kasus sejak tahun 2000 itu, ranking pertama diraih Kota Semarang dengan 11 kasus. Temanggung menyusul dengan 9 kasus dan Kendal 8 kasus. Jumlah kasus di daerah-daerah lain bervariasi, antara 2-7 kasus. Hanya Pekalongan yang punya 1 kasus.
"Total dana yang dikorupsi sekitar Rp 193 milyar," kata Sekretaris KP2KKN, Eko Haryanto saat menyampaikan laporan akhir tahun di kantornya, Jl Lempongsari Timur, Semarang, Rabu (8/12/2010).
Eko menyebutkan, meski Semarang juara dalam hal jumlah kasus, soal besaran dana yang dikorupsi diraih Cilacap. Di daerah yang terletak di barat daya Semarang ini, dana yang digerogoti koruptor sebanyak Rp 31 miliar, disusul oleh Karanganyar Rp 22 miliar, dan Salatiga Rp 20 miliar.
"Yang dikorupsi, terbanyak di sektor anggaran daerah. Kemudian, infrastruktur dan bantuan sosial," terangnya.
Eko menambahkan, tumpukan kasus korupsi tahun 2010 jauh lebih banyak ketimbang tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2009, misalnya, hanya 39 kasus. Kemudian tahun 2008 juga lebih rendah, yakni 29 kasus.
"Ini angka yang cukup tinggi. Kelihatannya korupsi ditangani, tapi tidak berkurang," katanya.
Eko mencontohkan, dari 174 kasus korupsi yang menumpuk selama tahun 2010, 88 diantaranya masih dalam tahap penyidikan, 39 divonis, 38 disidangkan, 4 kasasi, 4 di-SP3, dan satu banding. "Kami berharap aparat serius menanganinya. Kalau tidak, korupsi akan terus terjadi," sambungnya.
Sejauh ini, korupsi di Jateng paling banyak ditangani kejaksaan, yakni 152 kasus. Kepolisian menangani 21 kasus, sedangkan satu kasus diambil alih KPK. Aktor yang melakukan korupsi didominasi kalangan eksekutif. Legislatif dan swasta menyusul kemudian.
Berdasarkan monitoring Komite Penyelidikan dan Pemberantasan KKN (KP2KKN) Jateng, dari 174 kasus sejak tahun 2000 itu, ranking pertama diraih Kota Semarang dengan 11 kasus. Temanggung menyusul dengan 9 kasus dan Kendal 8 kasus. Jumlah kasus di daerah-daerah lain bervariasi, antara 2-7 kasus. Hanya Pekalongan yang punya 1 kasus.
"Total dana yang dikorupsi sekitar Rp 193 milyar," kata Sekretaris KP2KKN, Eko Haryanto saat menyampaikan laporan akhir tahun di kantornya, Jl Lempongsari Timur, Semarang, Rabu (8/12/2010).
Eko menyebutkan, meski Semarang juara dalam hal jumlah kasus, soal besaran dana yang dikorupsi diraih Cilacap. Di daerah yang terletak di barat daya Semarang ini, dana yang digerogoti koruptor sebanyak Rp 31 miliar, disusul oleh Karanganyar Rp 22 miliar, dan Salatiga Rp 20 miliar.
"Yang dikorupsi, terbanyak di sektor anggaran daerah. Kemudian, infrastruktur dan bantuan sosial," terangnya.
Eko menambahkan, tumpukan kasus korupsi tahun 2010 jauh lebih banyak ketimbang tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2009, misalnya, hanya 39 kasus. Kemudian tahun 2008 juga lebih rendah, yakni 29 kasus.
"Ini angka yang cukup tinggi. Kelihatannya korupsi ditangani, tapi tidak berkurang," katanya.
Eko mencontohkan, dari 174 kasus korupsi yang menumpuk selama tahun 2010, 88 diantaranya masih dalam tahap penyidikan, 39 divonis, 38 disidangkan, 4 kasasi, 4 di-SP3, dan satu banding. "Kami berharap aparat serius menanganinya. Kalau tidak, korupsi akan terus terjadi," sambungnya.
Sejauh ini, korupsi di Jateng paling banyak ditangani kejaksaan, yakni 152 kasus. Kepolisian menangani 21 kasus, sedangkan satu kasus diambil alih KPK. Aktor yang melakukan korupsi didominasi kalangan eksekutif. Legislatif dan swasta menyusul kemudian.
Memalukan… Indonesia Negara Terkorup Asia Pasifik
Setelah cuti hampir 1 bulan, baru pertama kali dalam bulan Maret 2010 saya memulai artikel baru mengenai perkembangan korupsi Indonesia, khususnya periode 2008-2010. Dengan menggunakan data “Political & Economic Risk Consultancy” (PERC) – Hongkong dan Transfarency Internasional – Jerman, mari kita lihat perkembangan tindakan koruptif di negeri tercinta ini.
Ditengah gegap gempita pertumbuhan ekonomi yang positif pada tahun 2009 silam, ternyata Indonesia merupakan negara paling korup dari 16 negara Asia Pasifik yang menjadi tujuan investasi para pelaku bisnis. Itulah hasil survei pelaku bisnis yang dirilis Senin, 8 Maret 2010 oleh perusahaan konsultan “Political & Economic Risk Consultancy” (PERC) yang berbasis di Hong Kong [1]. Penilaian didasarkan atas pandangan ekskutif bisnis yang menjalankan usaha di 16 negara terpilih. Total responden adalah 2,174 dari berbagai kalangan eksekutif kelas menengah dan atas di Asia, Australia, dan Amerika Serikat.
“Saya akan berada paling depan dalam memberantas korupsi” - Pres. SBY
Berikut ini adalah daftar 16 Negara Terkorup di Asia Pasifik* oleh PERC 2010
1. Indonesia (terkorup)
2. Kamboja (korup)
3. Vietnam (korup)
4. Filipina (korup)
5. Thailand
6. India
7. China
8. Taiwan
9. Korea
10. Macau
11. Malaysia
12. Jepang
13. Amerika Serikat (bersih)
14. Hong Kong (bersih)
15. Australia (bersih)
16. Singapura (terbersih)
Catatan * : Negara Asia-Pasifik yang disurvei adalah negara yang memiliki kemajuan ekonomi cukup pesat di kawasannya dalam beberapa tahun terakhir.
2008
Hasil survei PERC ini menyebutkan Indonesia mencetak nilai 9,07 dari angka 10 sebagai negara paling korup 2010. Ini berarti selama 2 tahun terakhir pemerintah SBY, Indonesia mendapat citra semakin memprihatinkan dalam hal tindakan hal korupsi. Pada tahun 2008, Indonesia menduduki posisi ke-3 dengan nilai tingkat korupsi 7.98 setelah Filipina (tingkat korupsi 9.0) dan Thailand (tingkat korupsi 8.0). [2]
2009
Angka tingkat korupsi Indonesia semakin meningkat ditahun 2009 dibanding tahun 2008. Pada tahun 2009, Indonesia ‘berhasil’ menyabet prestasi sebagai negara terkorup dari 16 negara surveilances dari PERC 2009. Indonesia mendapat nilai korupsi 8.32 disusul Thailand (7.63), Kamboja (7,25), India (7,21) and Vietnam (7,11), Filipina (7,0). Sementara Singapura (1,07) , Hongkong (1,89), dan Australia (2,4) menempati tiga besar negara terbersih, meskipun ada dugaan kecurangan sektor privat. Sementara Amerika Serikat menempati urutan keempat dengan skor 2,89. [3]
Jadi, dari data PERC 2010, maka dalam kurun 2008-2010, peringkat korupsi Indonesia meningkat dari 7.98 (2008.), 8.32 (2009) dan naik menjadi 9.07 (2010) dibanding dengan 16 negara Asia Pasifik lainnya. “Prestasi” dashyat ini bukanlah hal yang mengejutkan. Apabila Pak SBY selama ini suka mengklaim keberhasilan tindakan pemberantasan korupsi KPK seolah-olah kinerja pemerintahannya, maka kasus kriminalisasi pimpinan KPK (Bibit dan Chandra) setidaknya telah menurunkan kepercayaan pengusaha atas hasrat pemerintah bersama jajarannya dalam memberantas korupsi.
Ini juga memberi bukti bahwa tidaklah elok pemerintah SBY mengklaim keberhasilan KPK sebagai keberhasilan pemerintah SBY. Karena sumber terbesar permasalahan korupsi masih berada dalam kekuasaan Presiden SBY yakni lembaga Kepolisian dan Kejaksaan. Belum lagi tindakan koruptif yang dilakukan oleh sejumlah pejabat pemerintah di berbagai instansi baik di pusat maupun daerah serta korupsi berjam’ah anggota legislatif dan kehakiman.
Sedikit Berubah, Tapi Kalah Jauh Secara Regional
Bila dalam berbagai kesempatan Presiden SBY dan tim periangnya seperti Ruhut Sitompul cs selalu ‘mencuri’ hati rakyat dengan kata-kata puji-pujian sosok SBY dalam memberantas korupsi, maka fakta sesungguhnya tidaklah secerah dan sebening serta semanis kata-kata yang sering mereka lontarkan. Selain KPK, selama ini pemberantasan korupsi berjalan ditempat, bahkan semakin mengganas di daerah-daerah. Hanya beberapa instansi pemerintah yang menerapkan kebijakan non-koruptif yang tegas, sementara mayoritas instansi lain masih mengasah ‘kemahiran’ dalam merekayasa anggaran.
Tahun Survei | Nilai IPK Indonesia | Sumber TI |
2001 | 1.9 | |
2002 | 1.9 | |
2003 | 1.9 | |
2004 | 2.0 | |
2005 | 2.2 | |
2006 | 2.4 | |
2007 | 2.3 | |
2008 | 2.6 | |
2009 | 2.8 |
Meskipun data yang disampaikan Transfarency Internasional menunjukkan adanya sedikit peningkatan persepsi pemberantasan korupsi di Indonesia, namun sesungguhnya hal ini lebih ditriger oleh lembaga KPK. Hal dapat kita lihat bahwa lembaga-lembaga terkorup justru berasal dari lembaga Kepolisian, Kejaksaan dan DPR (5 Lembaga Publik Terkorup 2008).
Merujuk hal ini, maka dapat dijelasin bahwa meskipun terjadi peningkatan persepsi pemberantasan korupsi di Indonesia, namun secara regional pemberantasan korupsi Indonesia berjalan mandeg dibanding negara-negara tetangga. Salah satu permasalahan utama adalah reformasi birokrasi yang berjalan mandeg. Reformasi birokrasi di pemerintahan dan lembaga penegak hukum sekilas hanya lips service semata. Tidak ada perubahan mendasar, kecuali perubahan dikulitnya.
“Hampir Semua Pejabat Itu Korupsi ” – Mahfud MD
Derap langkah penegakkan hukum di Indonesia seakan terhenti. Hal itu salah satunya dikarenakan masih banyaknya prilaku koruptif yang ditonjolkan pejabat Indonesia. Ketua Mahkamah Konstitusi M Mahfud MD dalam diskusi ‘Akar-akar Mafia Peradilan di Indonesia (18 Feb 2010) mengatakan bahwa , “Hampir semua pejabat itu korupsi,”.
Hal ini dikarenakan birokrasi penegakkan hukum di Indonesia yang masih buruk. Sehingga memberi peluang para pejabat untuk melakukan korupsi. Dan ironisnya, belum ada satu pun Presiden yang mampu memperbaikinya, termasuk Pres. SBY. Inilah kenapa korupsi banyak terjadi bahkan menjamur di berbagai level. [4]
Catatan akhir :
Dalam berbagai event, kita sangat mengharapkan dapat meraih peringkat nomor satu. Namun prestasi yang satu ini sangat memalukan, karena Indonesia berdiri nomor 1 sebagai negara terkorup dari 16 negara dengan ekonomi sentral kawasan. Sudah saatnya, segenap bangsa mulai bercermin diri. Mulai memperbaiki diri, memperbaiki birokrasi, memperbaiki mental. Karena sesungguhnya, bukanlah tindakan korupsi itu berbahaya, namun yang lebih berbahaya adalah mental korup itu sendiri. Korup mulai dari materi, waktu, hingga integritas.
Sudah saatnya kita kembali mempelajari pemikiran yang luar biasa para tokoh bangsa yang pernah ada di Indonesia. Salah satunya adalah Wapres I Indonesia sekaligus Proklamator bangsa Indonesia Bung Hatta. Dia mungkin satu-satunya Wapres yang tidak pernah korup secuilpun baik materi maupun mental. Selama hidupnya Bung Hatta lebih memilih hidup sederhana demi menjaga nama baik bangsa Indonesia. Bung Hatta telah mengorbankan dirinya bagi negeri ini. Dan yang membuat saya begitu respect sama Bung Hatta adalah kisahnya sebagai seorang Wakil Presiden RI yang juga bapak proklamator harus menabung untuk membeli sepatu “bally”, tapi…. hingga akhirnya hayatnya ia harus memendam cita-citanya!
Nama Anggota:
- Kania Atthaya Ulfa
- Rahmadita Lailqadrisha
Nama Anggota:
- Kania Atthaya Ulfa
- Rahmadita Lailqadrisha
No comments:
Post a Comment